Selasa, 22 Desember 2009

PENGALAMAN SPRITUAL BERHAJI 2009 DENGAN AHSANTA TRAVEL



Meskipun perjalanan ini hanya 2 dari jutaan jemaah Indonesia yang sudah berangkat ke Tanah Suci, meskipun saya tidak mengalami pengalaman esoteris luar biasa seperti yang dialami oleh begitu banyak jamaah lainnya. Namun, saya merasa begitu besar rahmat dan rejeki yang telah dilimpahkanNya kepada seorang hambaNya yang banyak melakukan kemaksiatan dalam kehidupan ini. Betapa ingin hati ini mempertahankan situasi kalbu seperti ketika bersimpuh di depan rumahNya, merasakan “sesuatu” pada nurani yang tak teruraikan, semua perjalanan ini seperti mimpi. Kami berdua, jelek-jelek juga punya sedikit pengalaman berwisata atau karena terkait pekerjaan pergi beberapa kota di beberapa negara. Namun, hanya satu tempat yang kemudian memberikan gelora keinginan untuk kembali dan terus ingin kembali. Mengunjungi baitullah serta menangis dan berdoa mohon ampunan atas segal dosa-dosa, agar diberi kesempatan untuk datang kembali. Itulah yang kemudian dari semua perjalanan itu, perjalanan haji yang teristimewa dalam kehidupan yang pendek ini. Dimana ibadah rohani dapat kami lakukan dengan khusuk dan lancara selama 28 hari, kami berterima kasih atas fasilitas dan pelayanan yang diberikan Ahsanta Travel sehingga dapat beribadah dengan lancar. Semoga Allah SWT memberikan kami kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji kembali amiin ya Allah.Setiap orang yang berangkat ke Tanah Haram untuk berhaji kerap berkisah tentang pengalaman- pengalaman spiritualnya. Saya sendiri, memiliki pengalaman yang diceritakan tentang apa yang dilihat dan dirasakan. Sengaja tidak disusun berdasarkan urutan kejadian, tapi berdasarkan urutan perasaan saja sehingga kadang loncat dari satu lintasan ke lintasan lainnya. Berikut ini yang saya dengar langsung dari pengalamann-pengalaman rekan yang berhaji baik dari rekan (yang berhaji sebelumnya), maupun yang pergi bersama. Adapun pengalaman istimewa seperti yang diceritakan di sini yaitu :
  1. Kakak berkisah bahwa dalam satu sholat di depan Ka’bah, di antara Adzan dan Qa’mat melakukan dzikir. Beliau merasakan dan melihat bahwa semua isi mesjid mengaminkan apa yang diucapkannya dalam dzikir. Mereka yang mengaminkan itu berpakaian putih, namun beliau tidak melihat wajahnya.
  2. Isteri saya cerita, bahwa si E, teman kakak saya yang berangkat bersama ke haji tapi di klotter berbeda sama sekali tidak pernah berangkat ke mesjid dan menjalankan prosesi hajinya. Mengapa?. Karena hampir satu bulan mengalami haid terus menerus. Suatu hal yang tidak pernah dialaminya selama hidupnya?. Saya hanya terkesima saja.
  3. Saudara saya P merasa sangat yakin akan dapat mencium Hajar Aswad,:”Dia ingin ceritakan ke teman-temannya bahwa mencium Hajar Aswad itu gampang”. Sampai ke pulangnya, beliau tidak berhasil mencium Hajar Aswad.
  4. Orang berkulit hitam itu, kata teman-teman keringatnya bau dan menyesakkan. Namun, saya tidak pernah mengalami/merasakan sama sekali. Bahkan di Nabawi, ada orang besar, orang Afrika yang berlalu di dekat saya, lalu duduk. Tapi, malah sekilas saya merasakan harum!. Bahkan orang hitam itu membantu kami sekeluarga mencium hajar azwad. Saya hanya berucap alhamdulillah saja.

Banyak orang ke sana, bercerita tentang pengalamannya. Saya punya saudara yang juga sudah 6 kali berhaji. Namun, beliau sampaikan tidak satu kalipun mengalami apa yang diceritakan. Jangankan untuk mengalami spiritual seperti itu, untuk sekedar bisa bersimpuh menangis di tanah suci saja tak berhasil. Namun, saya percaya bahwa pengalaman-pengalaman setiap orang itu indah (dan ada juga yang tidak menyenangkan). Ada yang pengalamannya lebih bersifat metafisis ada juga yang bersifat nyata dan lembut. Mungkin semua tergantung apa yang dipersepsikan. Secara keseluruhan, saya menyimpulkan sebagai berikut :

  1. Ada sentuhan-sentuhan spiritual yang ditunjukkan selama di Tanah Suci atas perilaku jamaah yang memenuhi panggilanNya. Beberapa dari jamaah itu mengalami hal-hal yang sifatnya tak terjelaskan. Ada dua kemungkinan untuk hal ini : Karena situasi sakral dalam nurani masing-masing sehingga kepekaan menjadi lebih tinggi atau memang sedang berbohong saja. Namun, saya lebih meyakini, kemungkinan pertamalah yang terjadi. Ini adalah pengalaman esoteris yang indah atau tidak nyaman bagi pelakunya.
  2. Peristiwa yang terjadi bersifat fisis (logis), misalnya sering dimarahi orang, diinjak kakinya, kehilangan, sering diberi orang, ditolong terus menerus, yang terhubungkan dengan kejadian atau sikapnya di tanah air. Pengalaman-pengalaman positif memberikan hikmah dan menimbulkan kesadaran tambahan atas ketidakberdayaan seorang hamba pada Sang Mahapencipta dan juga menimbulkan refleksi positip atas perilakunya kemudian. Pengalaman-pengalaman ini menimbulkan kerinduan untuk kembali datang ke rumahNya. Tampaknya juga bahwa tingkatan esoteris yang terjadi berkaitan dengan rasa ikhlas sehingga ujian kesenangan atau kepedihan yang terjadi diterima sebagai bagian dari usaha mendekatkan diri kepadaNya. Akhirnya, perasaan itu menimbulkan kebahagiaan tersendiri yang tak bisa dilupakan, selalu dirindukan.
  3. Terdapat kondisi pula bahwa kepergiannya ke tanah suci tidak menimbulkan rasa apa-apa. Biasa saja. Tidak menimbulkan hal-hal yang istimewa. Artinya, sama saja dengan wisata biasa. Semua kekesalan dunia, kurang makan, pelayanan yang buruk, keramaian bikin sumpek dirasakan sebagaimana biasa. Singkatnya, orang ini tidak mengalami wisata spiritual apapun. Bahkan merasa bosan. Namun, kecuali sama orang-orang terdekat atau mungkin oleh sebab lain, jarang sekali ini diceritakan/diungkapkan. Saya hanya mendengar hal ini bahwa si A bilang begitu, bilang begini. Bahwa sebenarnya di Tanah Suci itu tidak ada tuh yang diceritakan seperti itu. Sama saja dengan di tempat lain.
  4. Ada orang yang karena sebab yang tidak diketahui (tidak saya ketahui), tidak bisa memasuki mesjid karena berbagai sebab mulai dari haid terus menerus, sakit berkepanjangan, atau halangan lainnya sehingga hajinya gagal total.
  5. Semua kejadian-kejadian itu, dipahami sebagai bentuk-bentuk ujian/cobaan dari Allah SWT. Saya sendiri menilai bahwa hal ini sebenarnya terjadi dimanapun juga di permukaan bumi ini. Namun, di Tanah Suci menjadi berbeda karena dua sebab : 1). Ya, ini adalah wilayah spiritual yang Allah tetapkan dan ditunjukkan kepada ummatnya. Semua tindakan dan ucapan harus terjaga dan sebagai peringatan bagi yang memenuhi panggilanNya. 2.) Jamaah yang datang dari berbagai penjuru dunia dengan satu tujuan yang sama, memiliki dasar perilaku yang berbeda, sifat berbeda, budaya berbeda. Tumpah ruahnya manusia ini tentu saja menimbulkan konsekuensi bermacam-macam. Apalagi bagi mereka yang tidak punya pengalaman sama sekali bertemu dengan jutaan manusia lainnya dari ragam bangsa. 3) Jutaan ummat dengan tujuan yang sama, menjadikan satu dimensi “rasa” yang lain. Tidak ada satu tempat pun di muka bumi, dimana jutaan orang dengan tujuan yang sama, bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk melakukan suatu ritual. Hati dikondisikan pada keadaan ini menimbulkan nuansa yang sangat berbeda dengan keseharian.

Yah, apapun juga cerita haji. Ini adalah rukun ke lima yang diwajibkan bagi yang mampu. Jangan katakan belum mendapatkan panggilanNya. Lima rukun Islam itu telah diserukan sejak sebelum akil balig, oleh guru kita sejak SD. Kalau ingin berislam, berangkatlah haji, jika mampu. Pengalaman haji, ada atau tidak, sama sekali bukan ukuran untuk dijadikan atau dinilai manusia sebagai mabrur atau tidak, diterima atau tertolak. Bisa berangkat ke sana (jika mampu) adalah bagian dari memenuhi kewajiban, melaksanakan penghambaan dan bagian dari harapan pengampunanNya. Mampu secara material, mampu secara kesehatan, mampu secara waktu. Semoga saudara-saudaraku seiman yang mau berlelah-lelah membaca di blog ini dapat memenuhi panggilanNya dan bila sudah melakukannya, mau juga berbagi pengalaman.Diposkan oleh Budi Supriyatno

1 komentar: